Oleh: Afrianto Daud
(Tulisan ini pertama kali diterbitkan oleh harian Republika, 15 Januari 2013)
(Tulisan ini pertama kali diterbitkan oleh harian Republika, 15 Januari 2013)
Tak bisa dimungkiri bahwa program Rintisan Sekolah Berstandar
Internasional (RSBI) telah menciptakan diskriminasi dalam akses masyarakat
terhadap pendidikan yang berkualitas. Ini karena RSBI biasanya memilih dan
menyeleksi calon siswa dari kalangan tertentu sejak awal. Program RSBI lebih
jauh dinilai sebagai program yang telah menghabiskan anggaran pendidikan
nasional secara tidak tepat sasaran.
Karenanya, semua sekolah yang berlabel RSBI harus dikembalikan statusnya
ke sekolah reguler. Segala pungutan atas nama RSBI harus dihentikan. Segala
bentuk administrasi sekolah, bahkan plang nama sekolah yang ada tulisan
RSBI-nya pun harus diganti.
Mentri Kemendiknas M Nuh dalam beberapa kesempatan menyatakan legowo dan
menghormati keputusan MK ini. Pemerintah awalnya berharap bahwa penutupan itu
tentu tidak bisa serta-merta dilakukan karena tahun ajaran di sekolah sedang
berjalan. M Nuh bahkan mengatakan bahwa sampai akhir tahun ajaran selesai, RSBI
masih dibolehkan memungut SPP kepada orang tua murid (Republika, 11/01/2013).
Namun, keputusan MK adalah tegas dan mengikat. Dengan sendirinya segala
kegiatan yang terkait RSBI harus dihentikan. Oleh karena itu, edaran
Kemendiknas(?) terbaru kemudian berubah dan menyatakan melarang semua sekolah
berlabel RSBI memungut sumbangan atau SPP pascakeputusan MK ini.
Masyarakat mesti ikut mengawal dan mengawasi pelaksanaan amar keputusan
MK ini karena ada kekhawatiran sebagian masyarakat bahwa bisa saja RSBI hanya
berganti nama atau label dengan istilah non-RSBI. Beberapa pemerintah daerah
bisa saja mengganti label RSBI menjadi sekolah unggulan, sekolah mandiri, atau
sekolah model, misalnya. Jika keberadaan sekolah (negeri) ini secara substansi
masih mempertahankan prinsip diskriminatif, masyarakat wajib menolak.
Tentu harus ditegaskan bahwa keputusan MK bukanlah membubarkan
keberadaan sebuah sekolah. Yang dibatalkan MK adalah pelaksanaan program RSBI.
Karenanya, segala proses belajar mengajar di semua sekolah RSBI itu harus tetap
berjalan sebagaimana biasa.
Mungkin akan terjadi sedikit culture shock setelah pembubaran
program RSBI ini di kalangan guru, siswa, kepala sekolah, ataupun mungkin pada
sebagian orang tua. Keterkejutan seperti itu sangat mungkin terjadi karena
sebagian mereka bisa saja sangat menikmati label RSBI. Bagi pihak pengelola
sekolah, keterkejutan bisa terjadi karena sekolah tidak bisa lagi menerima
kucuran dana yang lumayan besar seperti sebelumnya.
Namun, rasa ini tentu tidak boleh men jadi alasan bagi semua pihak di
sekolah untuk berhenti berusaha menjadi yang terbaik. Pertama, karena memang
sekolah itu sendiri masih ada dan tidak ikut bubar bersama hilangnya program
RSBI. Kedua, karena sekolah mantan RSBI itu tentu memiliki banyak nilai lebih
dan potensi yang bisa terus dikembangkan. Di lain pihak, selain memperhatikan
nasib semua sekolah mantan RSBI ini agar terus berkembang dan berprestasi,
pemerintah diharapkan terus mengembangkan program peningkatan kualitas
pendidikan yang menyentuh semua kalangan anak bangsa.
Beberapa program bagus di Kemendikbud yang sedang berjalan, seperti
akreditasi sekolah, sertifikasi guru dan pengawas sekolah, subsidi biaya
pendidikan melalui program BOS, dan pemberian block grant pembangunan
fisik sekolah, pantas diteruskan, tentu dengan terus dievaluasi dan diperbaiki
sistem pelaksanaanya.
Pelaksanaan hibah kompetitif yang di wacanakan pemerintah sebagai
alternatif solusi perbaikan mutu sekolah pascapenghapusan RSBI juga layak
dilanjutkan. Tentu dengan tetap mempertimbangkan fakta perbedaan yang masih
tajam dalam banyak hal antara sekolah tertentu di perkotaan dan sekolah di
pelosok daerah. Harus dipikirkan pula mekanisme dan persyaratan yang berbeda,
bagaimana sekolah-sekolah yang selama ini terpinggirkan juga memiliki peluang
untuk memenangkan dana hibah atas kompetisi tersebut.
Saya
berkeyakinan bahwa jika program yang saya sebut di atas bisa terus kita lakukan
dengan baik, dievaluasi, dan diperbaiki kelemahan sistemnya, perlahan tapi
pasti, insya Allah dunia pendidikan kita akan semakin baik. Bukankah pendidikan
adalah sebuah investasi jangka panjang? Karenanya, mari terus menanam usaha dan
kebaikan di dunia pendidikan kita. Insya Allah pendidikan kita akan jaya pada
waktunya walau tanpa embel-embel RSBI. Wallahua'lam.